Pages

al-Haur Bada al-Kaur - Kembali/berpaling dari keimanan menuju kekafiran, dari ketaatan menuju kemaksiatan.

Sesungguhnya fenomena berpaling dari komitmen pada agama ini sungguh telah menyebar di kalangan kaum muslimin. Berapa banyak manusia mengeluh akan kerasnya hati setelah sebelumnya tenteram dengan berzikir pada Allah, dan taat kepada-Nya. Dan berapa banyak dari orang-orang yang dulu beriltizam (komitmen pada agama) berkata, "Tidak aku temukan lazatnya ibadah sebagaimana dulu aku merasakannya", yang lain bekata, "Bacaan al-qur'an tidak membekas dalam jiwaku", dan yang lain juga berkata, "Aku jatuh ke dalam kemaksiatan dengan mudah", padahal dulu ia takut berbuat maksiat.



Kesan penyakit ini nampak pada mereka, diantara ciri-cirinya adalah :
1. Mudah terjatuh dan terjerumus dalam kemaksiatan dan hal-hal yang diharamkan (Allah), bahkan dia terus melakukannya padahal dahulu dia sangat takut terjerumus kedalamnya.

2. Merasakan kerasnya hati, nasihat tentang kematian tidak berbekas sama sekali dalam hatinya, demikian juga melihat jenazah dan kuburan.
3. Tidak mantap dalam beribadah, sehingga anda (akan mendapati orang seperti ini) tidak menemukan "kelazatan" dalam menunaikan solat, membaca al-Qur'an, dan lainnya, serta malas (melakukan) ketaatan dan ibadah, bahkan mengabaikannya dengan mudah, padahal ia dulu giat serta bersemangat melakukannya.

4. Lalai dari berdzikir kepada Allah, serta tidak menjaga lagi zikir-zikir syar'iyah (seperti zikir pagi dan petang) padahal dulu ia giat dan bersemangat melakukannya.

5. Memandang rendah kebaikan dan tidak perhatian kepada amal kebajikan yang mudah dilakukan padahal dulu dia orang yang paling teguh dan rajin.

6. Selalu dibayangi oleh rasa takut pada waktu tertimpa musibah atau masalah, padahal dulu ia tegar serta teguh imannya kepada takdir Allah.

7. Hatinya cenderung kepada dunia dan sangat mencintainya hingga ia akan merasa sangat sedih sekali jika ada sesuatu dalam kehidupan dunia ini yang luput darinya, padahal dulu ia sangat terikat kepada akhirat dan kepada kenikmatan yang ada di dalamnya, Allah Ta'ala telah berfirman :
"Tetapi kalian memilih kehidupan dunia, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." ( al-A'la : 16-17 )

8. Terlalu berlebihan dalam memperhatikan kehidupan dunianya baik dalam masalah makan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan kendaraan, padahal dulu ia lebih mengutamakan untuk mempercantik akhlaqnya dan untuk komitmen serta berpegang teguh pada agama.

Masih banyak lagi sebenarnya kesan penyakit ini. Dan sungguh Nabi saw telah berlindung dari al-Haur ba'da al Kaur. Dari 'Abdullah bin Sarjas ia berkata,
"Rasulullah saw jika berpergian berlindung dari kesukaran perjalanan, kesedihan saat kembali dan dari al-Haur ba'da al Kaur (lemah/malas dalam beribadah setelah dulunya semangat/rajin)."

Dalam riwayat at-Tirmidzi :
"... dan dari al haur ba'da al kaun..".
Berkata Nawawi, "Kedua hadits ini adalah hadits yang disebutkan oleh para ahli hadist, ahli bahasa dan ahli gharibul hadits/lafadh asing dalam hadits." (Sahih Muslim 9/119)

Lalu apakah makna al-Haur ba'da al-Kaur?
Ibnul Faris berkata : "al-Haur" ertinya adalah : kembali, Allah berfirman :

"Sesungguhnya ia menyangka bahwa ia sekali-kali tidak akan kembali, tetapi tidak..." (al-Insyqaaq : 14)

Orang Arab berkata :
Maknanya kebatilan itu kembali dan berkurang.

Jika dikatakan :
"Kami berlindung kepada Allah dari al haur.
Makna al-Haur adalah berkurang setelah bertambah. (Mu'jamu Maqayis al-Lughah 2/117)

Ibnu Mandzur menjelaskan dalam "Lisanul 'Arob" (4/217), ia berkata : "Dan dalam hadits :
"Kami berlindung kepada Allah dari al Haur setelah al Kaur"
Maknanya adalah dari berkurang setelah bertambah, atau dari kerosakan urusan kami setelah kebaikan.

At-Tirmidzi menafsirkan dengan perkataannya : "Dan makna perkataannya : 'al-Haur ba'da al-Kaun atau al-Kaur, kedua kata itu (al-Kaun dan al-Kaur) mempunyai satu erti, yaitu kembali/berpaling dari keimanan menuju kekafiran, dari ketaatan menuju kemaksiatan.'" (Sunan at-Tirmidzi 498/5)

Kalau begitu, makna al Haur ba'da al Kaur adalah perubahan keadaan manusia dari iman kepada kekafiran, atau dari takwa dan kebaikan kepada perbuatan rosak dan buruk, atau dari hidayah kepada kesesatan. Dan dalam hal ini manusia berbeza-beza tingkatannya, maka jika seseorang mundur/berpaling ke belakang dikhuatirkan ia menutup akhir kehidupannya dengan hal yang buruk.

Dan satu hal yang telah diketahui bahwa amal-amal (seseorang) dilihat pada akhir kehidupannya, dari Sahl bin Sa'ad a, bahawa Nabi bersabda :
"Sesungguhnya seorang laki-laki dulunya beramal dengan amal penghuni neraka, dan sesungguhnya ia adalah penghuni syurga, dan ia dulu mengerjakan amalan penghuni syurga, padahal ia adalah penghuni neraka, sesungguhnya amal-amal itu (tergantung) pada akhirnya." (HR. al-Bukhari 6607)

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah berkata :
"Sesungguhnya ada seseorang yang dia beramal dengan amalan penghuni syurga dalam jangka waktu yang lama tapi diakhir hayatnya dia melakukan perbuatan penghuni neraka dan ada juga orang yang dahulunya berbuat perbuatan penghuni neraka tapi dia akhiri hidupnya dengan perbuatan penghuni syurga." (HR. Muslim 2651 dan Ahmad).

Nash-nash hadits diatas dan selainnya menerangkan kepada kita bahawa yang paling menentukan amal seseorang itu bukan dari apa yang dilakukannya semasa hidupnya tetapi dalam keadaan bagaimana ia mengakhiri hidupnya.

Oleh kerana itu pembahasan masalah ini sangat penting sekali, jangan sampai ada seseorang diantara kita yang mengira ia telah sukses melalui jambatan dan sampai di daratannya dengan aman disebabkan komitmennya terhadap agama, serta selamat dari kesesatan dan dari al Haur ba'dal Kaur.

Keteguhan/kekukuhan hanya dari Allah semata. Allah menguatkan/meneguhkan nabi-Nya, Dia berfirman :
"Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, nescaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka". (al-Isra' : 74)

Oleh kerana itu Rasulullah saw mengajarkan kepada kita agar kita memohon pertolongan kepada Allah agar Dia mengukuhkan kita diatas agama Islam, beliau saw bersabda :
"Wahai yang meneguhkan hati, teguhkanlah hati kami diatas agama-Mu" (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Dan sering kali beliau saw berkata tatkala bersumpah :
"Tidak, demi Dzat Yang Membolak-balikkan hati." (HR al-Bukhari 7391)

Diantara doa nabi saw :
"Wahai yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami untuk taat kepadamu." (HR Muslim 2654)

Seorang yang beriman harus berusaha memeriksa hatinya dan mengetahui penyakit serta penyebab sakit hatinya, dan berusaha untuk mengubatinya sebelum hatinya menjadi keras dan akhir hidupnya menjadi teruk. Maka apa penyebab al-Haur ba'dal Kaur ? dan apa ubatnya ?



Sebab-sebab al-Haur ba'dal Kaur adalah :

1. Lemah Iman
.
Lemah iman adalah penyebab kerasnya hati, mudah jatuh dalam kemaksiatan dan malas dari ketaatan, tidak mendapatkan pengaruh dari (membaca) al-Qur'an dan solat. Lemah iman juga mengurangi rasa takut dia kepada Allah. Lemah iman juga penyebab banyaknya terlibat debat dan berbantah-bantahan, tidak adanya perasaan merasa bertanggung jawab kepada Allah dan beberapa fenomena lainnya.

Hal ini juga disebabkan sikap menjauh dari teman yang soleh serta majlis ilmu, dan tersibukkan dengan urusan-urusan dunia serta panjang angan-angan, dan terjerumus dalam hal-hal yang di haramkan. Maka apabila iman seseorang lemah, maka berubahlah keadaannya, dari hal yang baik & istiqamah menjadi tersesat dan berpaling. Maka suatu keharusan (bagi seorang muslim yang merasakan lemahnya iman) untuk mengubatinya. Caranya adalah dengan ikhlas (kepada Allah) dan membaca serta merenungkan al-Qur'an kemudian takut kepada (seksaan) Allah dan bertaubat dari dosa, kemaksiatan, takut terhadap akhir kesudahan yang buruk serta mengingat mati dan akhirat.

2. Jauh Dari Suasana Yang Penuh Dengan Keimanan.

Seperti majlis ilmu, masjid, al-Qur'an, teman yang soleh, solat malam, zikir dan lainnya. Jauh dari suasana yang penuh keimanan ini akibatnya adalah berbalik kebelakang (kembali kepada kemaksiatan). Maka apabila seseorang jauh dari temannya yang soleh dalam waktu yang lama kerana berpergian jauh atau suatu tugas atau semisalnya ia akan kehilangan suasana yang penuh keimanan yang mengakibatkan lemahnya iman dan tidak iltizam lagi, apabila ia tidak segera memperbaiki jiwanya.

Berkata al-Hasan al-Basri : " Teman-teman kita lebih mahal (nilainya) dibanding dengan keluarga kita, (hal ini disebabkan) kerana keluarga kita hanya mengingatkan kita kepada dunia, sedangkan teman-teman kita mengingatkan kita kepada akhirat". Maka selayaknya seorang muslim menjaga komitmennya terhadap agama dengan cara bersungguh-sungguh dan berusaha menjumpai lingkungan yang penuh keimanan.

3. Pengaruh Lingkungan (Yang buruk)

Jika seorang yang beriltizam berada ditengah lingkungan yang buruk, iaitu dia hidup bercampur dengan manusia yang bangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya dan asyik berdendang dengan lagu-lagu & nyanyian, merokok, membaca majalah, lidahnya mengumpat & mencela orang yang beriman, dan apabila ia menghadiri suatu majlis undangan atau acara pernikahan (dikalangan mereka), didapatinya kemungkaran, pembicaraan-pembicaraan mengenai perdagangan, jabatan, harta serta masalah-masalah dunia yang mengakibatkan terjatuhnya hati dalam cinta yang mendalam pada dunia, jika demikian keadaannya maka hati berubah menjadi keras, dan akhirnya berbalik dari komitmen terhadap agama dan kebaikan kepada cinta dunia dan kemaksiatan.

Dan apabila ia diuji dengan harta, dengan isteri yang lemah imannya atau anak-anak yang sama dengan ibunya dia tidak mampu teguh bahkan mundur dan meninggalkan kebaikan dan keistiqamahan. Jika dia berkumpul dengan keluarga, tetangga dan teman-temannya yang buruk, mendengar kata-kata yang menyakitkan, ejekan, dan mendapatkan nasihat-nasihat yang menghalanginya untuk beriltizam, maka akibatnya ia mundur dari beriltizam dan berbalik hingga merugi di dunia dan di akhirat.

4. Lemah Dalam Pendidikan Yang Benar (Sesuai Agama).

Jika seorang muslim tidak menjaga dirinya dengan pemeliharaan, pendidikan dan perjuangan, ia akan mundur dan berbalik. Maka ia harus meluangkan waktunya sesaat untuk bertaqarrub/mendekatkan diri kepada Allah, menilai dirinya, mohon ampun dan bertaubat. Dan ia harus meluangkan waktu untuk mendapatkan ilmu agama, mempelajarinya, membacanya dan mengulangi pelajarannya. Dan ia harus meluangkan waktunya sesaat untuk berdakwah, sesaat untuk berzikir dan membaca al-Qur'an, hingga ia dapat menjaga amalannya itu.

5. Memandang Remeh Dosa-Dosa Dan Perbuatan Maksiat.

Abdullah bin Mubarak berkata :
Aku melihat dosa-dosa itu mematikan hati,
Mengerjakannya terus-menerus menimbulkan kehinaan
Adapun meninggalkan dosa adalah kehidupan bagi hati
Dan menderhakai dosa adalah baik bagi jiwamu

Ibnul Qayyim berkata :
"Sesungguhnya diantara kesan negatif dosa adalah melemahkan perjalanan hati (seseorang) menuju negeri akhirat atau menghalanginya atau memutuskannya dari perjalanan itu. Dan kadang kala dosa juga mampu memutar balikkannya ke arah belakang (maksiat dan kekufuran). Hati itu akan berjalan menuju Allah dengan kekuatannya, jika hati itu sakit lantaran dosa-dosa lemahlah kekuatan yang menjalankannya". (al-Jawabul Kahfi hal 140)

Meremehkan dosa-dosa akan member kesan buruk bagi seseorang, diantaranya menyebabkan bertambahnya dosa, menjauhkan seseorang dari jalan taubat, dan mengajak untuk tidak menjauh dari pelaku dosa. Lalu ia akan asyik bersahabat dan duduk bersama mereka (para pelaku dosa dan maksiat). Bahkan dosa-dosa tersebut mengajaknya untuk menjauh dari orang soleh dan bertaqwa. Dan ini adalah penyebab utama seseorang tidak istiqamah di atas jalan yang lurus.

6. Tertipu Dan Kagum Terhadap Diri Sendiri

Tidak diragukan lagi bahawa menghadiri majlis ilmu dan berteman dengan orang soleh menunjukkan bahwa pada diri orang tersebut terdapat kebaikan, akan tetapi jika telah masuk perasaan tertipu dan bangga terhadap diri sendiri maka hal ini akan memberi pengaruh tidak baik terhadap pelakunya. Jika sudah demikian, ia akan merasa telah sempurna dan tidak merasa perlu berbuat kebaikan dan beramal soleh lagi. Dan jika seseorang telah kagum terhadap dirinya sendiri maka akan hilang dari dirinya perasaan takut terhadap akhir kesudahan yang buruk dan ia akan merasa aman terhadap kesesatan setelah mendapatkan petunjuk. Hal ini merupakan tanda lemahnya hati dan penyebab seseorang itu mundur kebelakang tidak istiqamah lagi.

Jika seseorang kagum terhadap dirinya ia akan tersibukkan dengan mencari aib-aib orang lain dan terlupa untuk memperbaiki aib dalam dirinya. Maka seseorang harus mengubati jiwanya dengan membuang rasa bangga terhadap diri sendiri kemudian bersikap tawadhu', takut serta memperbaiki aibnya dan bertaubat kepada Allah Ta'ala.

7. Berteman Dengan Orang-Orang Jahat

Seorang teman mempunyai peranan penting dalam membentuk serta mempengaruhi keperibadian sahabatnya. Jika seorang teman melihat filem-filem dan majalah-majalah yang memberikan mudharat/bahaya (bagi agamanya), mendengarkan lagu-lagu dan muzik, maka ia akan mempengaruhi sahabatnya. Dan terkadang hal-hal yang dilakukan temannya menyelisihi syariat agama tapi ia diam dan tidak mengingkarinya, terkadang ia melihat temannya tidak taat beribadah dan meninggalkan sunnah-sunnah nabi, maka ia pun terpengaruh dan meninggalkan keistiqamahannya.

Oleh kerana itu seseorang harus memilih teman yang soleh yang membantunya untuk taat kepada Allah, dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa :
"Seseorang itu mengikuti agama temannya, maka hendaknya seseorang melihat siapa temannya".

8. Ada sebab-sebab lainnya yang menyebabkan seseorang meninggalkan keistiqamahan, diantaranya :

# Lemahnya kesungguhan dalam berpegang teguh (terhadap agama) dan tidak sabar atas kesulitan-kesulitan dan musibah yang menimpanya.
# Panjang angan-angan, berlebih-lebihan dalam menerapkan hukum agama terhadap dirinya diluar batas kemampuan (ekstrim).
# Penyakit-penyakit hati dan lisan yang menimpanya.
# Keperibadian yang lemah dan sikap selalu mengikut kepada orang lain.
# Kegagalan-kegagalan yang menimpa pada masa lalu dan dia sukar keluar darinya.


Lalu Bagaimana Cara Penyembuhannya?

Disaat kita menyebutkan hal-hal yang menyebabkan ketidak istiqamahan, kita juga menemukan cara-cara untuk mengubatinya :

Lemah iman ubatnya adalah menguatkan keimanan. Penyakit menjauhi dari lingkungan yang penuh dengan suasana keimanan ubatnya adalah mencari dan menjaga serta meningkatkan lingkungan yang penuh dengan suasana keimanan. 

Penyakit yang disebabkan oleh lingkungan (yang buruk) ubatnya adalah sabar serta menambah keistiqamahan dan bersandar kepada Allah. 

Lemah dalam pendidikan yang benar ubatnya adalah bersungguh-sungguh dalam mencari pendidikan yang benar sesuai dengan agama dan mengatur waktu serta bersungguh-sungguh memperbaiki jiwa. 

Dosa-dosa dan maksiat ubatnya adalah taubat dan mohon ampun dan tidak meremehkan dosa-dosa tersebut.

Adapun penyakit hati dan lisan yang mengakibatkan perbuatan tidak baik maka ubatnya adalah membebaskan diri darinya dan dengan bertaubat yang benar. 

Adapun teman yang buruk maka ubatnya adalah memilih teman yang baik dan soleh.


Adapula Cara Lainnya Untuk Mengubati Sikap Tidak Istiqamah

1. Ikhlas dan jujur kepada Allah, hal ini adalah sebab terpenting untuk istiqamah dan menjadi baik:

Ibnul Qayyim berkata :
"Sesungguhnya yang mendapatkan kesulitan dalam meninggalkan maksiat yang disukainya dan yang sering dilakukannya adalah seseorang yang meninggalkannya bukan kerana Allah. Adapun seseorang yang meninggalkan hal tersebut dengan jujur, ikhlas dari hatinya kerana Allah, ia hanya merasakan kesulitan di awal kali ia meninggalkannya. Ini semua untuk mengujinya, apakah ia jujur dalam meninggalkannya ataukah hanya berdusta, jika ia sabar dalam menghadapi kesulitan ini sebentar saja, ia akan memperoleh kelezatannya". (Al-Fawaid : 99)

2. Takut kepada akhir kesudahan/kematian yang buruk (su'ul khatimah)

Seorang yang beriman dan jujur harus takut dari akhir kesudahan yang buruk, dan waspada dari penyebabnya. Allah berfirman :

"(Ya Allah) wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang salih". (Yusuf : 101)

Suatu malam Sufyan ats-Tsauri menangis hingga subuh, tatkala ia ditanya, ia menjawab :
"Sesungguhnya aku menangis kerana takut su'ul khatimah / mati dalam keadaan beramal buruk". (Kitabul aqibah, karya Abdul Haq al-Isbaili 178)

Al-Imam al-Barbahari  berkata :
"Dan ketahuilah, bahawa sepatutnya seseorang ditemani perasaan takut selamanya, kerana ia tidak mengetahui mati dalam keadaan bagaimana, dengan amalan apa ia mengakhiri hidupnya, dan bagaimana ia bertemu Allah nantinya sekalipun ia telah mengamalkan segala amal kebaikan. (Syarhu Sunnah 39)

Rasa takut dari akhir kesudahan yang buruk memiliki banyak kesan positif. Perasaan ini akan mendorong seseorang untuk berserah diri kepada Allah serta menghadap kepada-Nya dengan selalu berdoa kepada-Nya. Perasaan takut ini akan mengajaknya untuk bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menambah sikap istiqamah dan kebaikan, dan takut dari berbalik mundur ke belakang.

3. Berdoa

Berdo'a kepada Allah agar melindungi kita dari "al-haur badal kaur". Nabi saw berdo'a :
"Dan kami berlindung dari al-haur badal kaur" (HR Ahmad dan Muslim 1343, Tirmidzi, Nasai dan lainnya)

Nabi saw juga banyak berdoa :
"Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati kukuhkanlah hatiku diatas agama-Mu" (HR Tirmidzi)

Kita juga diperintah untuk memohon kepada Allah agar Dia memperbaharui keimanan dalam hati kita, Rasulullah saw bersabda :
"Sesungguhnya iman dapat menjadi usang dalam rongga (hati) kalian, sebagaimana baju dapat menjadi usang, maka mintalah kepada Allah agar Dia memperbaharui keimanan dalam hati kalian". (HR Hakim, terdapat juga dalam as-silsilah as-Shahihah karya al-Albani no 1585), maka hendaknya kita memperbanyak berdoa kepada Allah.

4. Berterusan dalam beramal soleh dan memperbanyak amal soleh.

Sesungguhnya amal soleh yang dilakukan secara istiqamah oleh seseorang adalah lebih disukai oleh Allah, sebagaimana sabda Nabi :
"Amal yang paling disukai Allah adalah yang istiqamah walaupun sedikit ...." (Muttafaqun alaihi)

Jika seorang muslim berterusan dalam beramal soleh sesungguhnya ia akan hidup dalam kebaikan dan keistiqamahan, jika ia lemah dan tertimpa rasa putus asa, maka amal-amal kebaikan yang ia lakukan secara berterusan ini akan menjadi tiang penyangga untuk istiqamah, mengembalikan jiwa (yang putus asa), dan menguasai jiwanya. Maka sepatutnya bagi seorang muslim untuk memperhatikan dalam mengerjakan amal-amal soleh beberapa perkara ini :

a. Bersegera dan berlumba-lumba dalam beramal soleh, Allah berfirman :
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada syurga ..." (Ali Imran : 133)
b. Dan terus beramal soleh serta menjaganya :
"Sentiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku (Allah) dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya..." (HR Bukhari 6137)
c. Lalu bersungguh-sungguh dalam beramal soleh dan memperbanyaknya kemudian bervariasi dalam beramal soleh supaya tidak membosankan jiwanya.
Ibnu Mas'ud berkata :
"Dahulu Nabi saw tidak terus menerus dalam memberi nasihat kerana khuatir kebosanan menimpa kami". (Bukhari 68)

Maka seorang muslim harus mengambil bahagian untuk duduk dalam majlis ilmu yang memberikannya nasihat, dan dibacakan kepadanya kitab-kitab tentang hal itu.

5 Ada juga cara lain untuk mengubati fenomena ketidak istiqamahan ini, diantaranya :

Berzikir kepada Allah, merenungkan kehinaan dunia, muhasabah diri, beramal dan aktif berdakwah.

Akhirnya segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Kita berlindung kepada Allah dari al-Haur ba'dal Kaur.

"Ya Allah (yang membolak-balikkan hati). Tetapkanlah hati-hati kami untuk selalu ta'at kepada-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan Husnul Khotimah."