Pages

Mutiara Kata Islam : Menjaga Lisan Agar Selalu Berbicara Baik




Allah berfirman :  “Ertinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, nescaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar” [Al-Ahzab : 70-71] 

Dalam ayat lain disebutkan.  “Ertinya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, kerana sesungguhnya sebahagian tindakan berprasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sebahagian kamu memfitnah sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Hujurat : 12] 

Allah juga berfirman.  “Ertinya : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadirs” [Qaf : 16-18] 

Begitu juga firman Allah Ta’ala.  “Ertinya : Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” [Al-Ahzab : 58] 

Dalam kitab Shahih Muslim hadits no. 2589 disebutkan.  “Ertinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahawa Rasulullah صلی الله عليه وسلم pernah bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian apa itu ghibah(mengumpat) ?” Para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. “Beliau berkata, “Ghibah(mengumpat) ialah engkau menceritakan hal-hal tentang saudaramu yang tidak dia suka” Ada yang menyahut, “Bagaimana apabila yang saya bicarakan itu benar-benar ada padanya?” Beliau menjawab, “Bila demikian itu bererti kamu telah melakukan ghibah terhadapnya, sedangkan bila apa yang kamu katakan itu tidak ada padanya, bererti kamu telah berdusta atas dirinya”
 
Allah Azza wa Jalla berfirman.  “Ertinya : Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban” [Al-Israa : 36] 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda.  “Ertinya : Sesungguhnya Allah meredhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meredhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka qila wa qala (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah) serta menyia-nyiakan harta” (Diriwayatkan oleh Muslim hadits no. 1715. Hadits tentang tiga perkara yang dibenci ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Mughirah hadits no.2408 dan diriwayatkan juga oleh Muslim.)


Diriwayatkan dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahawa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda.  “Ertinya : Setiap anak Adam telah mendapatkan bahagian zina yang tidak akan mampu dielakkannya. Zina pada mata adalah melihat. Zina pada telinga adalah mendengar. Zina lidah adalah berucap kata. Zina tangan adalah meraba. Zina kaki adalah melangkah. (Dalam hal ini), hati yang mempunyai keinginan angan-angan, dan kemaluanlah yang membuktikan semua itu atau mengurungkannya” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6612 dan Muslim hadits no.2657. Lafaz di atas adalah yang terdapat dalam riwayat Muslim )

Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no.10 dari Abdullah bin Umar رضي الله عنه bahawa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda.  “Ertinya : Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya”  Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Muslim no.64 dengan lafaz.  “Ertinya : Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.  Hadits diatas juga diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir hadits no. 65 dengan lafaz seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar. 

Al-Hafizh (Ibnu Hajar Al-Asqalani) menjelaskan hadits tersebut. Beliau berkata, “Hadits ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu kerana lisan memungkinkan berbicara tentang apa yang telah lalu, yang sedang terjadi sekarang dan juga yang akan terjadi saat mendatang. Berbeza dengan tangan. Pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan mampu juga mempunyai pengaruh yang luas sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh lisan”. 

Oleh kerana itu, dalam sebuah sya’ir disebutkan :  Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya Tanganku kan lenyap, namun tulisan tangannku kan abadi  Bila tanganku menulis kebaikan, akan diganjaran setimpal Jika tanganku menulis keburukan, tinggal menunggu balasan. 

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6474 dari Sahl bin Sa’id bahawa Rasulullah bersabda.  “Ertinya : Barangsiapa dapat memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga”  Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut, sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan. 

Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6475 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 74 meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.  “Ertinya : Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”  Imam Nawawi memberi komen tentang hadits ini ketika menjelaskan hadits-hadits Arba’in. Beliau menjelaskan, “Imam Syafi’i menjelaskan bahwa maksud hadits ini adalah apabila seseorang hendak berkata hendaklah ia berfikir terlebih dahulu. Jika diperkirakan perkataannya tidak akan membawa mudarat, maka silakan dia berbicara. Akan tetapi, jika diperkirakan perkataannya itu akan membawa mudarat atau ragu apakah membawa mudarat atau tidak, maka hendaknya dia tidak usah berbicara”.


Sebahagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, nescaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara”.  Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Hal itu kerana betapa banyak orang yang menyesal kerana bicara, dan sedikit yang menyesal kerana diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bahagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan fikirannya tidak mahu jalan”. 

Beliau berkata pula di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyedari bahawa dia diberi telinga dua buah, sedangkan diberi mulut hanya satu adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Seringkali orang menyesal di kemudian hari kerana perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu kerana biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengawal perkataan-perkataannya. 

Beliau menambahkan di hal. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat, maka dia akan diam. Adapun orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak mampu menjaga lidahnya bererti tidak faham terhadap agamanya”

Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6477 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 2988 (Tetapi lafaz hadits tersebut adalah yang terdapat dalam riwayat muslim)  dari Abu Hurairah bahawa Rasulullah bersabda.  “Ertinya : Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak difikirkan apa kesan-kesannya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat”

Masalah ini disebutkan pula di akhir hadits yang berisi wasiat Nabi kepada Muadz yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2616 yang sekaligus dia mengatakan sebagai hadits yang hasan shahih. Dalam hadits tersebut Rasulullah bersabda.  “Ertinya : Bukankah tidak ada yang menjerumuskan orang ke dalam neraka selain buah lisannya ?”  Perkataan Nabi di atas adalah sebagai jawapan atas pertanyaan Mu’adz.  “Ertinya : Wahai Nabi Allah, apakah kita kelak akan dihisab atas apa yang kita katakan ?”  Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan hadits ini dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam (II/147), “Yang dimaksud dengan buah lisannya adalah balasan dan siksaan dari perkataan-perkataannya yang haram. Sesungguhnya setiap orang yang hidup di dunia sedang menanam kebaikan atau keburukan dengan perkataan dan amal perbuatannya. Kemudian pada hari kiamat kelak dia akan menuai apa yang dia tanam. Barangsiapa yang menanam sesuatu yang baik dari ucapannya maupun perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan. Sebaliknya, barangsiapa yang menanam Sesuatu yang buruk dari ucapan mahupun perbuatan maka kelak akan menuai penyesalan”. 

Beliau juga berkata dalam kitab yang sama (hal.146), “Hal ini menunjukkan bahawa menjaga lisan dan senantiasa mengawalnya merupakan pangkal segala kebaikan. Dan barangsiapa yang mampu menguasai lisannya maka sesungguhnya dia telah mampu menguasai, mengawal dan mengatur semua urusannya”.  Kemudian pada hal. 149 beliau menukil perkataan Yunus bin Ubaid, “ Seseorang yang menganggap bahwa lisannya mampu membawa bencana sering saya dapati baik amalan-amalannya”.  Diriwayatkan bahwa Yahya bin Abi Katsir pernah berkata, “Seseorang yang baik perkataannya dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya, dan orang yang buruk perkataannya pun dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya”. 
Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2581 dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda.  “Ertinya : Tahukah kalian siapa orang yang bangkup(muflis) ? Para sahabat pun menjawab, ‘Orang yang bangkrup(muflis) adalah orang yang tidak memiliki wang dirham maupun harta benda. ‘Beliau membalas, ‘Sesungguhnya orang yang bangkrup(muflis) di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat, akan tetapi, ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka”. 

Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang panjang dalam kitab Shahihnya no. 2564 dari Abu Hurairah, yang akhirnya berbunyi.  “Ertinya : Cukuplah seseorang dikatakan buruk jika sampai menghina saudaranya sesama muslim. Seorang muslim wajib menjaga darah, harta dan kehormatan orang muslim lainnya” 

Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya hadits no. 1739 ; begitu juga Muslim (Tetapi lafaz yang tersebut terdapat dalam riwayat Bukhari) dari Ibnu Abbas bahawa Rasulullah pernah berkhutbah pada hari nahar(Idul Adha). Dalam khutbah tersebut beliau bertanya kepada manusia yang hadir waktu itu, “Hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Hari yang haram”. Beliau bertanya lagi, “Negeri apakah ini?” Mereka menjawab, “Negeri Haram”. Beliau bertanya lagi, “Bulan apakah ini ?” Mereka menjawab, “Bulan yang haram”. Selanjutnya beliau bersabda.  “Ertinya : Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram bagi masing-masing kalian (merampasnya) sebagaimana haramnya ; hari, bulan dan negeri ini. Beliau mengulangi ucapan tersebut beberapa kali, lalu berkata, “Ya Allah bukankah aku telah menyampaikan (perintah-Mu)? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan (perintah-Mu) ?” 

Ibnu Abbas memberi komen perkataan Nabi di atas, “Demi Allah yang jiwaku berada di tanganNya, sesungguhnya ini adalah wasiat beliau untuk umatnya. Beliau berpesan kepada kita, ‘Oleh kerana itu, hendaklah yang hadir memberitahukan kepada yang tidak hadir. Janganlah kalian kembali kepada kekafiran sepeninggalanku nanti, yaitu kalian saling memenggal leher”. 

Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2674 dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.  “Ertinya : Barangsiapa yang menyeru kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun” 

Al-Hafidz Al-Mundziri dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib (I/65) memberi komen mengenai hadits.  “Ertinya : Apabila seorang manusia wafat, maka terputuslah jalan amal kecuali dari tiga perkara …dst”  Beliau berkata, “Orang yang membukukan ilmu-ilmu yang bermanfaat akan mendapatkan pahala dari perbuatannya sendiri dan pahala dari orang yang membaca, menulis dan mengamalkannya, berdasarkan hadits ini dan hadits yang semisalnya. Begitu pula, orang-orang yang menulis hal-hal yang membuahkan dosa, maka dia akan mendapatkan dosa dari perbuatannya sendiri dan dosa dari orang-orang yang membaca, menulis atau mengamalkannya, berdasarkan hadits.  “Ertinya : Barangsiapa yang merintis perbuatan yang baik atau buruk, maka ….”

Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6505 dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda.  “Ertinya : Sesungguhnya Allah berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka kuizinkan ia untuk diperangi” 

[Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, Penulis Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al’Abbad Al-Badr, Terbitan Titian Hidayah Ilahi]


Kisah Menakjubkan: Tentang Sabar dan Syukur kepada Allah


Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik.Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.
 
Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu ‘anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik. 

Abdullah bin Muhammad berkata, “Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai, tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya ada seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”

Abdullah bin Muhammad berkata, “Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.

Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, “Aku mendengar engkau berkata “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan“, maka nikmat manakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut?? dan kelebihan apakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu hingga engkau mensukurinya??”

Orang itu berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku? Demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya, karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya. Maka tolonglah aku, carilah kabar tentangnya –semoga Allah merahmati engkau-”. 

Aku berkata, “Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau”. 

Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gundukan pasir. Tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas. Akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji’uun. Aku berkata, “Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??”. Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihi as-Salam. Lalu aku menemui orang tersebut dan akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, “Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?”, aku berkata, “Benar”. Ia berkata, “Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?”. 

Akupun berkata kepadanya, “Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihis Salam?”, ia berkata, “Tentu Nabi Ayyub ‘alaihis Salam “, aku berkata, “Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?”, orang itu berkata, “Tentu aku tahu”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?”, ia berkata, “Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah”. 

Aku berkata, “Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya”. Ia berkata, “Benar”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikapnya?”, ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?”, ia berkata, “Iya”, aku berkata, “Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?” Ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, langsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!”. 

Aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau”. Orang itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka”, kemudian ia berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia.

Aku berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis. 

Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku “Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?”. Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu mereka berkata, “Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!”, maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!”. 

Aku bertanya kepada mereka, “Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?”, mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan. 
 
Tatkala tiba malam hari, akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah
}سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ| (الرعد:24)
“Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. 13:24)

Lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?”, ia berkata, “Benar”, aku berkata, “Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua”, ia berkata, “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai”

Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdilmuhsin Firanda dari Kitab Ats-Tsiqoot karya Ibnu Hibban, tahqiq As-Sayyid Syarofuddin Ahmad, terbitan Darul Fikr, (jilid 5 halaman 2-5)

Sumber daripada : http://ummusalma.wordpress.com/2008/02/26/kisah-menakjubkan 

Mutiara kata Islam : 30 Pesanan Imam Syafie Untuk Di jadikan Pegangan


Nama sebenarnya adalah Muhamad bin Idris bin Abbas bin Ulthman bin Shafie bin Saib bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Mutalib bin Abdul Manaf. Ayahnya berasal daripada keturunan Quraisy dari Bani Mutalib. Ayahnya meninggal dunia ketika Iman Syafie masih kanak-kanak. Ibunya bernama Ummu Habibah al-Uzdiyyah berasal dari kabilah Yaman dari suku Uzd. Beliau dilahirkan di kota Gaza Palestin pada bulan Rejab tahun 150 hijran. Ada yang mengatakan pada malam beliau dilahirkan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) meninggal dunia. Khalifah Islam pada masa itu ada khalifah Abu Jaafar al-Mansur dari Bani Abbasiyah.

Imam Syafie dibesarkan dalam serba kekurangan. Sejak kecil lagi beliau sudah mempelajari Al-Quran. Beliau mula menghafal al-quran sejak berusia sembilan tahun. Berusia 10 tahun beliau menghafal dan memahami kitab al-Muwatta yang ditulis Imam Malik. Beliau mempunyai suara merdu, boleh bersyair dan bersajak. Ketika berusia 15 tahun, beliau mengajar dan memberi fatwa kepada orang ramai di Masjid al-Haram. Kerana kegigihan dan kecerdikan beliau yang luar biasa, beliau di sanjung masyarakat. Beliau meninggal di Mesir tahun 204 hijran ketika berumur 54 tahun.

Imam Syafie melarang taklid, baik taklid kepada dirinya sendiri ataupun kepada sesiapa sahaja. Semasa hidup, beliau selalu menasihatkan orang ramai terutama anak muridnya berkenaan taklid, "Janganlah mereka-reka dalam perkara-perkara agama mengguna pakai taklid sahaja kepada perkataan ataupun tindakan yang tidak disertai dengan keterangan ataupun alasan dari Al-quran dan hadis."

Pesan Imam Syafie, " Tiap-tiap perkara yang saya katakan padahal Rasulullah bertentangan kepada perkataan saya, Rasulullah itulah yang lebih utama perlu dituruti."

30 PESANAN IMAM SYAFIE

  1. Tuntutlah ilmu sebanyak mungkin kerana ia dapat menjaga dan membuat kamu cemerlang di dunia dan akhirat.
  2. Perbanyakkan menyebut Allah daripada menyebut makhluk. Perbanyakkan menyebut akhirat daripada menyebut dunia.
  3. Pilihlah makanan yang halal kerana ia menjamin kesihatan dan menyebabkan syaitan gerun.
  4. Sabar menghadapi musibah adalah sebesar-besar erti sabar di mana sabar itu sendiri memerlukan kesabaran pula. Bala dan musibah menunjukkan adanya perhatian dan kasih sayang Allah. Oleh itu, bersyukurlah kerana syukur yang sedemikian setinggi-tinggi erti syukut.
  5. Apabila salah seorang antara kaum kerabat ataupun jiran dan saudara kamu sakit, kamu perlu ringankan langkah menziarahinya kerana ia disaksikan oleh malaikat dan dan dicintai Allah.
  6. Marah adalah salah satu antara panah-panah syaitan yang mengandungi racun. Oleh itu, hindarilah ia supaya dapat menewaskan syaitan dan bala tenteranya.
  7. Kasihanilah anak yatim kerana Rasulullah juga tergolong sebagai anak yatim dan beliau akan bersama-sama dengan orang yang menyayangi dan mengasihi anak-anak yatim di akhirat.
  8. Berbuat baik dan tunjukkan bakti kepada ibu bapa tanpa mengenali letihh dan lelah sebagaimana mereka berbuat begitu sepanjang hayat mereka. Ia dapat menambah keberkatan pada umur, menambah rezeki dan keampunan atas dosa-dosa kamu.
  9. Banyakkanlah amal soleh kerana ia adalah pendinding dan perisai orang mukmin dan pelindung kepada serangan iblis.
  10. Takwa adalah pakaian kebesaran dan hiasan akhlak Muslim sebenar. Ia ibarat pokok zaitun, minyaknya membawa berka, ia juga memberi kejayaan dan kemenangan.
  11. Iman mempunyai bentengnya bagi menghalang segala serangan yang cuba merobohkannya. Oleh itu bagi menguatkan benteng iman, keimanan perlu dibajai dengan lima perkara, yakin, ikhlas, mengerjakan amalan sunat, istiqamah, bertatasusila ataupu berdisiplin dalam mengerjakan ibadah.
  12. Ingat dan zikir kepada Allah sebanyak-banyaknya kerana ia mengubati penyakit jasmani dan hati. Ia mencetuskan ketenangan hidup dan qanaah.
  13. Khusyuk secara zahir adalah khusyuknya orang awam, khusyuk secara batin adalah khusyuknya orang pilihan di sisi Allah.
  14. Kubur adalah perhentian sementara bagi membolehkan ke satu perhentian lagi yang penuh dengan soal siasat. Oleh itu, siapkanlah jawapan yang adil dan benar menerusi amal yang benar dan taat kepada al-haq yang tidak berbelah bagi.
  15. Kita perlu sentiasa memohon perlindungan daripada Allah, sekurang-kurangnya dengan mengucapkan "A'uzubillahi minassaitathanirrajim". Kita perlu bersabar sekiranya serangan syaitan datang juga bertalu-talu dengan hebat dan menyedari Allah taala hendak menguji keteguhan sabar kita, hendak melihat ketulenan jihad kita. Ketahuilah perang dengan syaitan itu lebih hebat daripada perang sabil.
  16. Sebesar-besar keaiban (keburukan) adalah kamu mengira keburukan orang lain sedangkan keburukan itu terdapat dalam dirimu sendiri.
  17. Hati adalah raja dalam diri. Oleh itu,lurus dan betulkan ia supaya empayar kerajaan dirimu tegak di atas al-haq yang tidak disertai oleh iringan-iringan pasukan kebatilan.
  18. Ketahuilah istighfar yang diucapkan dengan betul mampu membuat syaitan lari ketakutan dan menggoncang empayar iblis di istana kerajaannya.
  19. Ketahuilah sebesar-besar kesenangan di duna dan akhirat adalah memberi maaf kepada orang lain dan melupakan terus kesalahannya. Allah pasti akan meninggikan darjatnya di sisi manusia.
  20. Tafakurlah sebelum tidur bagi menghisab diri atas salah dan silap semasa aktiviti pada siang hari sebagaimana Umar bin al-Khattab menyiasati dirinya dengan pelbagai soalan berkenaan dosa-dosanya pada siang hari.
  21. Tuntutlah ilmu sebanyak mungkin kerana ia dapat menjagamu dan membuatmu cemerlang di dunia dan di akhirat. Ia juga amalan para nabi, rasul dan orang soleh.
  22. Sesiapa yang mahu meninggalkan dunia dengan selamat, dia perlu mengamalkan perkara berikut iaitu mengurangkan tidur, mengurangkan makan, mengurangkan bercakap dan berpada-pada dengan rezeki yang ada.
  23. Kamu seorang manusia yang dijadikan daripada tanah dan kamu juga akan disakiti (dihimpit) dengan tanah.
  24. Sesiapa yang menjalin ukhuwah dan menghidupkannya, dia memperoleh banyak kebaikan.
  25. Allah menjanjikan kepada orang yang beriman, mereka akan ditinggikan darjat dan diberi kemuliaan selagi mereka menunaikan perintah Allah.
  26. Allah menjanjikan kepada orang yang beriman, mereka pasti mendapat pertolongan Allah seperti dalam pernyataannya dalam surah ar-Rom ayat 47 yang bermaksud; dan adalah menjadi hak(tanggungjawab) kami untuk menolong orang yang beriman.
  27. Allah menjanjikan kepada orang yang beriman, mereka pasti mendapat pembelaan kepada Allah sebagaimana pernyataannya dalam surah al-Hajj ayat 38 yang bermaksud, Allah membela orang yang beriman.
  28. Allah menjanjikan kepada orang yang beriman dan bertakwa, Allah pasti menaikkan darjat mereka hingga ke taraf wali-wali Allah selagi memenuhi syarat-syaratnya seperti dalam pernyataannya dalam surah al-Baqarah ayat 257 yang bermaksud, Allah penolong (wali) bagi orang yang beriman.
  29. Allah menjanjikan kepada orang yang beriman akan memberi petunjuk dan jalan lurus sebagaimana pernyataan Allah dalam surah al-Hajj ayat 54 yang bermaksud " Allah akan memberi petunjuk bagi orang yang beriman kepada jalan yang lurus."
  30. Allah menjanjikan kepada orang yang beriman, mereka akan memperoleh rezeki yang baik dan pelbagai keberkatan selagi mereka menunaikan perintah Allah sebagaimana pernyataannya dalam surah al-A'raf ayat 96 yang bermaksud, sekiranya penduduk kota beriman dan bertakwa pasti kami akan melimpahkan mereka berkat dari langit dan bumi tetapi sekiranya mereka mendustakan ayat-ayat kami, kami akan seksa mereka disebabkan perbuatan mereka.
Semoga bermanfaat.

Dipetik daripada buku Imam Syafie - Pejuang Kebenaran karangan Abdul Latip Talib

Dapatkan buku Novel Sejarah Islam Secara Online Terbitan PTS